Welcome to KID'Z Land

Minggu, 17 Maret 2013

Perpustakaan Untuk Rakyat


11 Maret 2013, mungkin hari yang biasa bagi orang lain, tapi tidak demikian bagi kami anak-anak jurusan Ilmu Perpustakaan. Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga mengadakan sebuah kuliah umum yang bisa dibilang megah. Tidak tanggung-tanggung, kuliah umum pagi itu mendatangkan 3 narasumber sekaligus, Ibu Afia Rosdiana, Mbak Ratih Rahmawati, dan yang terakhir adalah bapak “Suhu” dunia perpustakaan, Bapak Blasius Sudarsono. Kuliah umum pagi itu membahas sebuah buku yang berjudul “Perpustakaan Untuk Rakyat”. Buku tersebut ditulis oleh Bapak Blasius dan Mbak Ratih yang sekaligus narasumber pada pagi itu. Buku tersebut diadaptasi dari buku Sri Sultan HB IX yang berjudul “Tahta untuk Rakyat”.

Pembicara yang mendapatkan kesempatan pertama untuk berbicara adalah Ibu Afia. Beliau membeberkan bagaimana beliau bisa berkecimpung di dunia perpustakaan. Sejak kecil beliau memang sudah senang jika berada di perpustakaan. Sewaktu kecil keluarga Bu Afia tinggal di Sabah. Di sana terdapat perpustakaan kota yang fasilitas dan pelayanannya sudah maju. Setiap akhir minggu Bu Afia diajak ke perpustakaan. Tujuannya bukan untuk membaca, melainkan menumbuhkan rasa senang ketika di perpustakaan. Di perpustakaan juga Bu Afia diajarkan berbagai macam hal, salah satunya adalah membatik.  Ketika SMP, keluarga Bu Afia kembali ke Indonesia. Betapa kagetnya beliau ketika berada di Indonesia, suasananya sangat beda dengan tempat tinggalnya yang dulu. Perpustakaan tidak sebaik yang beliau bayangkan. Karena hal itulah jiwa Bu Afia tergugah untuk memajukan perpustakaan walaupun pada dasarnya Bu Afia bukanlah pustakawan, karena menurut beliau “pustakawan bukan pekerjaannya, pustakawan itu adalah jiwanya”. Kini Bu Afia menjabat sebagai kepala perpustakaan kota di Jogjakarta. Selain bercerita tentang latar belakangnya, beliau juga membahas tentang TBM dan Perpustakaan Masyarakat. Beliau berpendapat keduannya sama-sama ramai, hanya beda badan yang menauinginnya. Tujuannya pun sama, keduanya sama-sama ingin mengembangkan literasi.
Pembicara yang kedua adalah Mbak Ratih. Tidak banya yang disampaikan, hanya mengulas masalah kolaborasi lintas usia :D. Maksudnya, generasi yang masih muda (Mbak Ratih) yang berkolaborasi dengan Pak Blasius yang sudah memiliki pengalaman dan jam terbang tinggi. Selain itu, Mbak Ratih juga melakukan observasi ke beberapa perpustakaan yang ada di Jogjakarta dan Sleman. Semua perpustakaan menurutnya sama, yang membedakan adalah mengenai kebijakan dari masing-masing perpustakaannya saja.

Pembicara yang terakhir adalah Pak Blasius, dan inilah yang paling ditunggu-tunggu. Tidak diragukan lagi track record Pak Blasius dalam dunia perpustakaan. Buku yang ditulisnya pun juga banyak. Beliau pun dulunya juga tidak kuliah di jurusan Perpustakaan sama seperti Bu Afia. Namun sekali lagi ditegaskan bahwa “pustakawan adalah jiwa”. Beliau mulai senang menulis ketika masih menjadi dosen. Beliau menghasilkan banyak sekali tulisan dan buku. Walaupun begitu, beliau tetap merasa kesulitan jika berkolaborasi seperti saat menulis buku Perpustakaan Untuk Rakyat bersama Mbak Ratih. Buku ini membahas tentang percakapan seorang anak dengan bapaknya. Percakapan tersebut sudah tentu membahas tentang dunia perpustakaan. Selain itu, Pak Blasius juga banyak bercerita tentang buku tersebut dan bagaimana pandangan beliau mengenai perpustakaan sekaligus pustakawannya. Menurut beliau, pustakawan disejajarkan dengan budayawan. Mengapa demikian? Menurut Pak Blasius keduanya adalah orang yang sama-sama berpengetahuan. Tidak mungkin jika seorang budayawan adalah orang yang tidak tahu apa-apa, begitu juga dengan pustakawan. Pustakawan sudah tentu adalah orang yang mempunyai pandangan luas. Jika pandangan mereka hanya terpaku pada satu arah, bagaimana cara mereka memberi pelayanan kepada orang lain? Selain itu, menurut beliau perpustakaan diibaratkan seperti supermarket. Pengunjung bisa memilih sendiri informasi apa yang mereka butuhkan, sama seperti orang yang berbelanja kebutuhan di supermarket. Disinilah fungsi pustakawan terlihat, pengunjung bisa meminta tolong ketika mereka mendapatkan kesulitan mencari informasi apa yang dicari. Tinggal kita bandingkan saja jika di supermarket pengunjung akan meminta bantuan kepada pelayan untuk mencarikan barang yang diinginkan. Beliau juga mempunyai pendapat bahwa kepustakawan terbagi menjadi 4, panggilan hidup, semangat hidup, karya pelayanan, dan dilaksanakan dengan profesional. Setiap pustakawan harus memiliki 4 aspek tersebut agar bisa menjadi pustakawan yang baik. Selain itu beliau juga berpendapat bahwa ada  5 kompetensi yang harus dimiliki pustakawan, berpikir kritis, membaca (dalam arti luas), menulis, kemampuan enterprener, dan etika. Ketika pustakawan memiliki kompetensi-kompetensi tersebut, dia akan merasa bahwa dirinya memang layak disebut pustakawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Flame